MARI BERPANTUN DENGAN BENAR

MARI BERPANTUN DENGAN BENAR
Mari Berpantun Dengan Benar Oleh Drs. Suparlan, MM (Ilustrasi : Pelajarancg/IlustrasiFoto)


Pantun merupakan jenis puisi lama yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia utamanya masyarakat melayu yang pada mulanya lebih dikenal sebagai sastra lisan. Namun dalam perkembangannya banyak dijumpai pantun yang diungkapkan secara tertulis sebagai bahan pembelajaran di dunia pendidikan maupun untuk kepentingan lain sesuai kebutuhan yang berkembang di masyarakat.


Dalam adat masyarakat melayu pantun sering digunakan sebagai bentuk komunikasi seperti saat prosesi upacara pernikahan ataupun upacara-upacara adat lainnya yang kental dengan nuansa melayu. Bahkan tidak jarang ditemukan lomba berpantun atau lomba berbalas pantun pada event-event tertentu. Bahkan menjadi sebuah acara dalam penyiaran radio dengan tajuk berbalas pantun.


Lazimnya, pantun secara tertulis diwujudkan dalam bentuk bait dengan kaidah atau syarat tiap bait terdiri dari empat baris, tiap baris terdiri dari 8 sampai dengan 12 suku kata, setiap akhir baris bersajak atau memiliki rima dengan pola sajak (bunyi) a-b-a-b, yang berarti akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan akhir baris kedua sama dengan bunyi pada akhir baris keempat.


Pelajarai juga: MEMPELAJARI PERSAMAAN DAN PERBEDAAN STRUKTUR PANTUN, GURINDAM DAN SYAIR

Kaidah lainnya adalah dengan ketentuan bahwa dua baris pertama merupakan sampiran, dua baris berikutnya adalah isi pantun. Sampiran berfungsi untuk mengantarkan persamaan bunyi atau sajak sebagaimana yang akan disampaikan dalam isi pantun sehingga secara makna tidak ada hubungannya antara sampiran dan isi pantun selain hanya untuk mewujudkan persamaan bunyi. Kaidah-kaidah pantun sebagaimana tersebut di atas akan menjadi pisau analisis terhadap pantun-pantun yang sering kita dengar atau kita saksikan dalam momen-momen tertentu.


Dilansir Kurikulum Pelajarancg.blogspot.com dari artikel kesusastraan oleh Suparlan, Berikut disajikan beberapa contoh yang sering orang menyebutnya sebagai sebuah pantun.


Contoh 1 :


Belilah selendang kain sutra,
kain sutra berwarna jingga.
Mari berdendang bersuka ria,
hiburkan hati tinggalkan duka.


Sepintas bait di atas bagus karena kaidah rimanya yang menarik, diakhiri dengan rima yang sama pada setiap baris dengan pola a-a-a-a. Bait tersebut sebagian orang akan menyebutnya sebuah bait pantun karena memiliki akhir bunyi atau saja yang indah pada setiap baris. Namun apabila dikembalikan pada kaidah pantun sebagaimana dijelaskan dalam lansiran Kurikulum Pelajarancg di atas, contoh tersebut belumlah memenuhi syarat sebagai sebuah pantun yang benar karena ada kaidah yang diingkari yaitu rimanya yang belum berpola a-b-a-b, meskipun kaidah lain sudah terpenuhi. Akan menjadi bait pantun yang benar apabila diubah menjadi:


Belilah selendang kain sutra,
kain sutra berwarna ungu.
Mari berdendang bersuka ria,
hiburkan hati tinggalkan pilu.


Bait pantun tersebut sudah memenuhi seluruh kaidah pantun dengan pola rima a-b-a-b, terdiri empat baris dalam satu bait, tiap baris tidak kurang dan tidak melebihi dari 8 s.d. 12 suku kata, dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris berikutnya adalah isi pantun.


Contoh 2 :

Rintik hujan di pagi hari,
basahi pohon basahi bumi,
sejuk di badan sejuk di hati,
makin betah mengurung diri.


Apakah contoh ke-2 ini merupakan pantun yang benar? Kalau dianalisis berdasarkan kaidah pantun sebagaimana penulis jelaskan di bagian awal tulisan ini, bait di atas tidak masuk dalam kategori pantun. Kaidah yang dilanggar adalah pola rimanya yaitu berpola a-a-a-a yang seharusnya berpola rima a-b-a-b. Kaidah lain yang tidak sesuai adalah tidak adanya sampiran dalam bait di atas. Keseluruhan baris dalam bait di atas merupakan isi yang masih saling berkaitan dan mendukung satu makna. Agar memenuhi kaidah pantun yang benar dapat diubah menjadi:


Rintik hujan di pagi hari,
basahi bumi dan dedaunan.
Wahai kasih datanglah kemari,
Agar rinduku terobatkan.


Setelah diubah seperti bait di atas, barulah terpenuhi seluruh kaidah pantun yang benar dengan pola rima a-b-a-b yang memiliki sampiran dan isi.


Contoh 3 :


Ranting patah,
tolong singkirkan.
Jika ada salah,
mohon dimaafkan.


Contoh ke-3 di atas sebenarnya bisa dituliskan menjadi dua baris saja sehingga baris pertama merupakan sampiran dan baris keduanya adalah isi atau maksud yang akan disampaikan.


Ranting patah tolong singkirkan,
Jika ada salah mohon dimaafkan.


Apabila bentuknya diubah menjadi seperti bentuk di atas, maka termasuk dalam kategori pantun singkat atau pantun pendek yang dalam kesastraan disebut dengan karmina atau pantun kilat. Karmina merupakan pantun dengan ciri-ciri memiliki dua baris, berpola sajak a-a, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi yang dimaksudkan. Beberapa contoh karmina yang lain yaitu:


Kura-kura dalam perahu.
Pura-pura tidak tahu.

Dulu parang sekarang besi.
Dulu sayang sekarang benci.

Sudah gaharu cendana pula.
Sudah tahu bertanya pula.

Mari minum air selasih.
Sekian dan terima kasih.

Pelajari juga: MENGANALISIS STRUKTUR DAN KEBAHASAAN TEKS PROSEDUR

Dalam berpuisi baik puisi lama seperti pantun maupun puisi baru memang ada licentia poetica (lesensi puisi) yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan kebebasan dalam mengubah atau mengabaikan aturan-aturan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu dalam berpantun atau berpuisi adalah untuk memperoleh keindahan dalam pemilihan bahasa, tetapi tidak menghilangkan maksud yang akan disampaikan. Oleh karena itu dibenarkan dalam berpantun menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan aturan kebahasaan, namun kaidah-kaidah bentuk yang dipersyaratkan haruslah tetap dipenuhi. Seperti dalam berpantun yang tetap memenuhi kaidah rima dengan berpola a-b-a-b.

Pelajarai juga: MEMPELAJARI PERBEDAAN ANTARA PUISI DAN SAJAK

Pengingkaran pola sajak dalam berpantun menjadi pola a-a-a-a bukanlah bagian dari licentia poetica karena sudah menyangkut kaidah berpantun. Licentia poetica hanya terkait dengan kebebasan dalam memilih kata dan tata bahasa untuk mencapai keindahan rima atau persajakan sehingga memenuhi kriteria kaidah yang dipersyaratkan dalam berpantun. Mari lestarikan budaya berpantun dengan benar sesuai dengan kaidahnya.(*)


**) Penulis: Admin blog Kurikulum Pelajarancg.

Sumber : Sumber tulisan Oleh Drs. Suparlan, M.M. Pengamat Sastra Indonesia.

Post a Comment for "MARI BERPANTUN DENGAN BENAR"