MERDEKA BELAJAR DIGAGAS BERDASARKAN FILOSOFI KI HADJAR DEWANTARA

MERDEKA BELAJAR DIGAGAS BERDASARKAN FILOSOFI KI HADJAR DEWANTARA


Hari Pendidikan Nasional juga hari lahir Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Ia berasal dari keluarga bangsawan, berpendidikan pesantren dan sekolah setara Eropa, sempat sekolah kedokteran, jadi wartawan, pendiri partai politik nasionalisme pertama, pejuang pendidikan, kebudayaan, dan kemerdekaan.


Reputasi Ki Hadjar Dewantara Berkelas Dunia

Reputasi Ki Hadjar Dewantara sebagai tokoh pendidikan merupakan sosok kaliber dunia. Hal itu di antaranya terlacak dari sejumlah tokoh pendidikan yakni Maria Montessori dan Rabindranath Tagore yang pernah berkunjung ke Taman Siswa Yogyakarta.


Bapak pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara memiliki sejumlah tokoh yang memengaruhi filosofinya yakni Friedrich Frobel, Maria Montessori, serta Rabindranath Tagore.


“Kita lihat dari sejarahnya Ki Hadjar ini dipengaruhi ketika belajar ilmu pendidikan di Belanda oleh dua tokoh besar. Yang pertama, Friedrich Frobel yaitu pendiri taman kanak-kanak, pedagogi dari Jerman. Dan Maria Montessori, ahli pendidikan dari Italia,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Iwan Syahril pada webinar bertema “Kebijakan Pendidikan terkait Guru dan Tenaga Kependidikan” yang diselenggarakan oleh Pusdatin Kemendikbud, Selasa (15/9/2020).


“Lalu kemudian di tulisan-tulisan beliau setelah pulang dari Belanda itu terpengaruh pemikiran-pemikiran Rabindranath Tagore. Tagore ini adalah peraih nobel sastra di luar Eropa yang pertama. Jadi luar biasa cerdasnya dan tokoh dunia sekali. Dia dari India. Dan ini mewarnai cara Ki Hadjar melihat pendidikan,” tambah Iwan Syahril.


Simbiosis mutualisme, saling memengaruhi dapat terlihat dari relasi antara Ki Hadjar Dewantara, Montessori, dan Tagore.


“Saya mungkin tidak akan berbicara tentang konsep Frobel, Montessori, atau Tagore, tapi yang ingin saya tekankan di sini adalah rekognisi tokoh-tokoh yang mengilhami Ki Hadjar. Ternyata timbal balik, mutual, tidak hanya Ki Hadjar yang respek kepada mereka, pada Montessori atau Tagore, tapi Montessori dan Tagore juga respek dengan Ki Hadjar,” jelas Dirjen GTK Kemendikbudristek.


Rekognisi ini tampak dari kunjungan langsung Tagore dan Montessori ke Taman Siswa Yogyakarta.


“Darimana saya bisa menyimpulkan hal tersebut? Karena Tagore dan Montessori pernah mengunjungi Ki Hadjar. Tagore mengunjungi Taman Siswa, pergi secara fisik ke Taman Siswa Yogyakarta pada tahun 1927. Untuk melakukan perjalanan keliling dunia pada saat itu bukanlah hal yang mudah, itu hal yang luar biasa sulitnya dan luar biasa lamanya,” terang Dirjen GTK Kemendikbudristek, Iwan Syahril.


“Lebih hebatnya ketika Tagore balik ke India, beliau membuatkan ruangan khusus kesenian yang terilhami dari apa yang beliau lihat di Taman Siswa di Yogyakarta. Tokoh sebesar Tagore terilhami oleh Ki Hadjar sampai berbuat dan melakukan sebuah ruangan khusus di sekolahnya di India, menurut saya itu sudah luar biasa reputasi dan pengakuan terhadap bapak pendidikan kita,” imbuh Iwan Syahril.


Sedangkan Montessori dikenal dengan sejumlah filosofinya yang diterapkan hingga sekarang, di antaranya student center.


“Memang Montessori metodenya sangat mengilhami banyak orang. Yang diinginkan oleh Montessori adalah filosofi pendidikan yang merdeka, karena betul-betul student center. Anak itu betul-betul diobservasi sehingga benar-benar dilihat, apa intervensi yang perlu dilakukan dari hasil observasi tersebut,” ungkap Iwan.


“Montessori pernah mengunjungi Taman Siswa Yogyakarta di tahun 1940. Agak sedikit lebih kemudian dari Tagore, tapi tetap sebuah perjalanan keliling dunia yang tidak mudah, apalagi beliau dari Eropa ya. Tokoh sebesar Montessori mengunjungi Taman Siswa, menurut saya luar biasa,” tambahnya.


Mas Dirjen pun mengutarakan harapannya agar rekan-rekan guru mendalami filosofi pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara yang memiliki reputasi internasional.


“Artinya bapak pendidikan kita merupakan salah seorang tokoh kelas dunia yang reputasinya jauh melebihi dari sekadar nasional. Rekognisi ini merupakan hal yang luar biasa penting, bagi saya pribadi mengilhami untuk mendalami filosofi Ki Hadjar Dewantara,” tutur Iwan Syahril.


Filosofi Ki Hadjar Dewantara yang Mewujud pada Konsep Merdeka Belajar

Merdeka Belajar digagas berdasarkan filosofi Ki Hadjar. Tujuan proses pendidikan adalah lahirnya manusia-manusia merdeka.


Berkaca dari perjuangan Ki Hadjar, keterbatasan dan kekurangan tidaklah jadi penghalang dalam bekerja dan berkarya. Berbagai tantangan yang beliau hadapi tak pernah menyurutkan semangat dan idealisme beliau.


Seperti semboyannya, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, nilai utama setiap pendidik di Indonesia adalah menjadi teladan, pembangkit semangat, dan pemberdaya menuju kemerdekaan peserta didik.


Kemandirian, kata itu adalah kunci pada konsep Merdeka Belajar. Konsep Merdeka Belajar yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim beranjak dari filosofi Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara.


“Konsep Merdeka Belajar, filosofinya, anchor-nya filosofi Bapak Pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara yaitu ini kalau semboyan yang selalu digaungkan adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang di logo kita di Kemdikbud, Tut Wuri Handayani, ini merupakan hasil akhir atau proses yang kita inginkan dari belajar yang terjadi,” kata Dirjen GTK Kemendikbudristek, Iwan Syahril pada webinar yang diselenggarakan P4TK TK PLB, Jumat (29/5/2020).


Iwan Syahril menerangkan lebih jauh tentang filosofi dari Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia yang pertama, Ki Hadjar Dewantara.


“Guru itu memberikan teladan, Ing Ngarso Sung Tulodo, ketika di depan. Ketika di tengah, membangkitkan semangat, Mangun Karso. Karsa itu semangat. Dan karsa itu sebagai filosofi dari Ki Hadjar sangat penting. Jadi membangkitkan semangat, motivasi kepada peserta didik,” jelas Iwan Syahril.


“Lalu kemudian ketika di belakang itu mendorong muridnya, Tut Wuri Handayani. Mendorong dari belakang supaya muridnya ini mandiri. Dengan kata lain independen. Dengan kata lain merdeka. Ini sebenarnya filosofi dari Bapak Pendidikan kita ingin menciptakan murid-murid yang mandiri, murid-murid yang merdeka. Karena itu Merdeka Belajar itu dari situ filosofinya,” sambungnya.


Mas Dirjen menandaskan substansi mendalam dari konsep yang selama ini telah sering kita dengar serta menjadi slogan Kementerian Pendidikan.


“Jadi Tut Wuri Handayani ini bukan slogan yang kedengarannya indah, digaung-gaungkan, ada esensi yang sangat dalam, yang sebenarnya sudah dititipkan oleh Bapak Pendidikan kita yaitu untuk menciptakan kemerdekaan belajar murid-murid yang mandiri,” terang Iwan Syahril.

Penulis : Admin Kurikulum Pelajarancg.blogspot.com


Sumber : Sumber : Hardiknas 2021 "SERENTAK BERGERAK, WUJUDKAN MERDEKA BELAJAR", Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Rebublik Indonesia (Kemendikbudristek RI).

Untuk sobat Pelajarancg.blogspot.com ketahui bahwa Hari Pendidikan Nasional juga hari lahir Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Ia berasal dari keluarga bangsawan, berpendidikan pesantren dan sekolah setara Eropa, sempat sekolah kedokteran, jadi wartawan, pendiri partai politik nasionalisme pertama, pejuang pendidikan, kebudayaan, dan kemerdekaan.

Post a Comment for "MERDEKA BELAJAR DIGAGAS BERDASARKAN FILOSOFI KI HADJAR DEWANTARA"