KURIKULUM PELAJARANCG: Sejarah dan Tema Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) Ke-73 Tahun 2019. Peringatan Hari Oeang (red:Uang) Nasional diperingati setiap tanggal 30 Oktober sebagai momentum sejarah Penerbitan Oeang Republik Indonesia (disingkat ORI). ORI untuk pertama kalinya ditetapkan menjadi alat transaksi resmi pada tanggal 30 Oktober 1946 setelah penetapan menteri keuangan tentang uang Republik Indonesia ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah yang dilanjutkan dengan perngumuman wakil presiden Mohammad Hatta dalam pidato radio melalui RRI Yogyakarta tanggal 29 Oktober 1946 pukul 20.00 menyatakan :
Peristiwa sejarah ini yang menjadi bukti bahwa lahirnya ORI merupakan alat pemersatu bangsa sekaligus sebagai lambang identitas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia di mata dunia, maka dari itu tanggal 30 Oktober ditetapkan sebagai Hari Oeang.
Dalam tulisan Pelajaran Sejarah kali ini mari kita mengenai Asal usul dan Tema Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) yang ke-73 Tahun 2019. Sedang tulisan Pedoman untuk Juknis Peringatan Hari Olahraga Nasional yang ke-73 Tahun 2019 akan pelajarancg bahas dalam artikel tersendiri.
Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) memiliki sejarah penting yang panjang apabila dilihat dari asal mula perayaan. Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia atau Hari Uang Nasional yang diselenggarakan setiap tanggal 30 Oktober tidak semata-mata hanya dimaksudkan untuk mengenang hari kelahiran suatu organisasi maupun mata uang rupiah secara Nasional saja, namun lebih merupakan sebuah momentum untuk mengingat kembali suatu peristiwa bersejarah dari hakekat dari semangat perjuangan kemerdekaan dalam hal ini salahsatunya adalah penggunaan mata uang Republik Indonesia yang memberikan inspirasi/motivasi pemersatu bagi seluruh bangsa Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kemeneterian Keuangan Republik Indonesia sebagai pemegang amanat untuk mengelola keuangan dan kekayaan negara untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah terus berinovasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan kesadaran dari seluruh unsur Kementerian Keuangan untuk membangun kerjasama, saling mengisi dan saling melengkapi satu sama lain agar tercapai sesuai Nilai-nilai Kementerian Keuangan yang juga didukung pedoman perilaku yang dijadikan landasan bagi setiap pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam bekerja, serta cerminan adanya kesatuan gerak di setiap lini dan fungsi untuk bersama-sama menciptakan keselarasan dalam rangka mencapai visi, misi, dan sasaran strategis yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan sebagaimana cita-cita dari kedaulatan adalah memiliki mata uang sendiri termasuk peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional.
Sambutan Perayaan HORI dalam pelaksanaan kegiatan Pra-HORI untuk menyambut HORI dalam bentuk-bentuk seperti pertandingan/perlombaan, seminar Nasional keuangan, workshop, pameran, dll sampai puncak acara dalam rangka memperingati HORI (Hari Oeang Republik Indonesia) diharapkan mampu menciptakan keselarasan dalam rangka mencapai visi, misi, dan sasaran strategis yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan. Hal ini dimaksudkan agar semua Aparatur Sipil Negara (ASN) Keuangan mengingat kembali filosofi dari nilai sejarah Mata uang Indonesia ORI untuk pertama kalinya ditetapkan menjadi alat transaksi resmi pada tanggal 30 Oktober 1946.
Adapun tujuan utamanya adalah:
Sejalan dengan tujuan tersebut, Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) menjadi bagian dalam daftar hari penting Nasional dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam membangun semangat mendukung Pembangunan ekonomi disertai dengan administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara melalui dasar dan arah peningkatan berkelanjutan.
1. SEJARAH PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) 2019
Sejarah telah mencatat detik-detik beredarnya uang Republik Indonesia melalui keputusan Nomor SS/1/35 Tanggal 29 Oktober 1946, Menteri Keuangan menyatakan bahwa uang Jepang dan Uang Javache Bank tidak berlaku sebagai gantinya adalah Oeang Republik Indonesia (ORI) ditetapkan sebagai pembayaran yang sah. Berkenaan dengan penetapan Menteri Keuangan tersebut, Wakil Presidek kala itu Muhammad Hatta pukul 20.00 menyatakan : "Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. Besok mulai beredar uang republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang jepang itu ikut pula tidak berlaku uang De Javasche Bank. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Sejak mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh Republik kita."
Singkat cerita, lahirnya Hari Oeang yang berawal dari diterbitkannya Uang Republik Indonesia (ORI) tanggal 30 Oktober pada masa tujuh puluh tiga tahun yang lalu oleh pemerintah Indonesia yang berdaulat, ini merupakan bagian dari sejarah bangsa yang tidak boleh dilupakan, dimana pada hari yang sama pemerintah menyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi.
ORI menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, wujud dari keberanian dan bentuk percaya diri pemerintah akan keberadaan suatu negara yang baru merdeka. Pada saat itu, terbitnya ORI menyulut semangat rakyat Indonesia untuk terus menjaga dan mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia dari tangan penjajah.
Secara lengkap tentang detik-detik sejarah pengelolaan keuangan atau hari Oeang Republik Indonesia dikutip dari laman resmi kemenkeu, baik dari masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, selengkapnya adalah sebagai berikut:
Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa lampau. Tiap pemerintahan, dari zaman kerajaan sampai sekarang, memiliki pengelola keuangan untuk dapat melaksanakan pembangunan perekonomian di pemerintahannya. Pengelolaan keuangan pemerintahan disini meliputi semua milik pemerintahan atau kekayaan yang dimiliki oleh suatu pemerintahan. Keuangan yang dikelola berasal dari masyarakat yang berupa upeti, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
Sebagai bagian dari suatu pemerintahan, Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam suatu negara untuk melakukan pembangunan perekonomian. Pembangunan ekonomi akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara. Peranan vital Kementerian Keuangan adalah mengelola keuangan negara dan membantu pimpinan negara dalam bidang keuangan dan kekayaan negara. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dapat dikatakan sebagai penjaga keuangan negara (Nagara Dana Raksa).
Sebelum Kemerdekaan
Pengusiran Portugis oleh Belanda menjadikan Belanda mempunyai tempat untuk menancapkan kukunya di Hindia Belanda, dengan melimpahkan wewenang kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). VOC, yang pada saat itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1619-1623 dan 1627-1629), diberi hak octrooi yang salah satunya adalah mencetak uang dan melakukan kebijakan perekonomian. Sejak tahun 1600-an, VOC mengeluarkan kebijakan untuk menambah isi kas negara dengan menetapkan peraturan verplichte leverentie (kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC), contingenten (pajak hasil bumi, pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah agar harganya tinggi, dan preangerstelsel (kewajiban menanam pohon kopi).
Pada bulan maret 1809, setelah menjual tanah weltevreden, pemerintahan Daendels memutuskan membangun sebuah istana yang berhadapan dengan lapangan parade Waterlooplein. Istana ini rencananya digunakan sebagai pusat pemerintahan dan dipakai untuk kepentingan gubernur jenderal, dalam rangka pemberian kebijakan. Selain itu, gedung ini juga difungsikan sebagai tempat tahanan.
Sebagai pengganti Daendels, Gubernur Jansen kurang menaruh perhatian pada pembangunan gedung, sehingga selama masa jabatannya pembangunan gedung itu terlantar.
Kemudian, pembangunan istana ini dilanjutkan oleh Letnan Kolonel J.C Schultze, perwira yang berpengalaman membangun gedung Societet Harmonie di Batavia. Namun, pembangunan istana sempat terhenti karena Hindia Belanda beralih kekuasan ke Inggris.
Pemerintahan Inggris melalui Thomas Stamford Raffles (1811-1816) mengeluarkan kebijakan baru dengan nama Landrent (pajak tanah), dengan mengubah pola pajak bumi yang diterapkan Belanda sebelumnya. Harapan Raffles mengeluarkan kebijakan tersebut, agar masyarakat Hindia Belanda memiliki uang untuk membeli produk Inggris. Pada intinya adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan dan menyerap hasil produksi oleh penduduk. Kebijakan yang dilakukan Raffles mengalami kegagalan karena tidak adanya dukungan dari raja dan bangsawan setempat, dan penduduk kurang mengerti mengenai uang dan perhitungan pajak.
Hindia Belanda kemudian dikuasai kembali oleh Belanda setelah melalui kesepakatan Inggris- Belanda. Pada periode ini, perbaikan perekonomian mulai dilaksanakan. Jenderal Du Bus (1826), sebagai Gubernur Jenderal pada masa itu, melanjutkan pembangunan istana tersebut dengan bantuan Ir. Tromp, yang selesai pada 1828. Bangunan tersebut digunakan sebagai kantor pemerintahan Hindia Belanda, yang diresmikan sendiri oleh Gubernur Du Bus. Di tahun yang sama, Du Bus juga mendirikan De Javasche Bank dengan alasan kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran.
Pada tahun 1836, atas inisiatifnya, van Den Bosch mulai memberlakukan cultuurstelsel (sistem tanam paksa) yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang memiliki permintaan di pasar dunia. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka mengenalkan penggunaan uang di masyarakat Hindia Belanda. Cultuurstelsel dan kerja rodi (kerja paksa) mampu mengenalkan ekonomi uang pada masyarakat pedesaan. Hal ini dilihat dengan meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi. Reformasi keuangan sudah berkali-kali dilakukan, tetapi belum menghasilkan keuangan yang sehat.
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan pemeritahan Belanda di Hindia Belanda adalah Laissez faire laissez passer, yaitu perekonomian diserahkan pada pihak swasta (kaum kapitalis). Kebijakan ini dilakukan atas desakan kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga agar lebih baik. Peraturan agraria baru ini bukannya mengubah menjadi lebih baik melainkan menimbulkan penderitaan yang tidak layak. Pada masa ini Departement van Financien dibentuk dan bertempat di istana Daendels karena pusat pemerintahan berpindah ke tempat lain. Gedung ini dijadikan sebagai tempat pengkoordinasian pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasif keuangan ke tempat lain.
Kekurangan tenaga ahli keuangan membuat pemerintah Belanda menyelenggarakan berbagai kursus bagi orang Belanda dan orang Pribumi yang dipandang mampu. Kursus yang diikuti adalah kursus ajun kontrolir dan treasury / perbendaharaan. Terpusatnya tempat pengelolaan keuangan dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan pemasukan dan pengeluaran negara. Terjadinya keadaan ekonomi yang memprihatinkan adalah alasan utama dibentuknya departement of financien.
Pecahnya perang dunia II di Eropa yang terus menjalar hingga ke wilayah Asia Pasifik, membuat kedudukan Indonesia sebagai jajahan Belanda sangat sulit, ditambah dengan terjepitnya pemerintah Belanda akibat serbuan Jepang. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers berhasil memindahkan semua cadangan emas ke Australia dan Afrika Selatan melalui pelabuhan Cilacap.
Selama menduduki Indonesia, Jepang menjadikan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Gedung Departement of Finance dijadikan tempat untuk melakukan aktivitas keuangan sehari-hari. Gedung ini dijadikan sebagai tempat pengolahan keuangan dan pemutusan kebijakan ekonomi oleh Jepang. Pada 7 Maret 1943, patung Jan Pieterzoon Coen yang berada di depan gedung Department of Financien dihancurkan Jepang karena dianggap sebagai lambang penguasa Batavia.
Banyak dari tenaga ahli keuangan Belanda ditawan oleh Jepang, dan beberapa orang yang ahli dan berpengalaman dijadikan sebagai tenaga pengajar keuangan pada putra-putri Indonesia. Kekurangan tenaga keuangan menjadikan Jepang mendidik rakyat Hindia Belanda untuk mengikuti pendidikan keuangan. Selama 1942-1945, Jepang menerapkan beberapa kebijakan seperti, memaksa penyerahan seluruh aset bank, melakukan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh Bank Belanda, Inggris, dan Cina. Selain itu, Jepang juga melakukan invasion money senilai 2,4 milyar gulden di pulau Jawa hingga 8 milyar gulden (pada tahun 1946). Tujuan invasion money yang dilakukan oleh Jepang adalah menghancurkan nilai mata uang Belanda yang sudah terlanjur beredar di Hindia Belanda.
Fokus pendudukan Jepang di Hindia Belanda terhadap perang pasifik menyebabkan Jepang melakukan kebijakan yang membuat terjadinya krisis keuangan. Jepang melakukan perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan karena produksi minyak jarak. Jepang melakukan pengurasan kekayaan alam dan hasil bumi, dan menjadikan para tenaga produktif sebagai romusha. Hiper inflasi yang terjadi pasa masa ini menyebabkan pengeluaran bertambah besar, sedangkan pemasukan pajak dan bea masuk turun drastis. Kebijakan ala tentara Dai Nippon merugikan penduduk Indonesia.
Masa Kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Kota Jakarta dijadikan pusat pemerintahan. Pada masa ini, Gedung Department of Financien masih berfungsi sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan sehari-hari. Keadaan ekonomi keuangan awal kemerdekaan amat buruk, dimana terjadi inflasi yang tinggi yang disebabkan beredarnya tiga buah mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Mata uang Jepang yang beredar sekitar 4 Milyar dan uang merah NICA menyebabkan terjadinya inflasi tinggi. Permasalahan ekonomi ini menyebabkan diadakannya rapat tanggal 2 september 1945 oleh BPKKP dan BKR di karesidenan Surabaya. Mereka sama-sama menyadari, disamping mempertahankan kemerdekaan selain kekuatan bersenjata juga diperlukan kekuatan dana untuk membiayai perjuangan itu.
Dalam wacana mencari dana, terpetik berita mengenai Dr. Samsi, seorang ekonom dan tokoh pergerakan cukup terkenal di Surabaya. Pada kabinet presidensial pertama RI 19 Agustus 1945, Soekarno mengangkat Dr. Samsi sebagai Menteri Keuangan. Dr. Samsi memiliki peranan besar dalam usaha mencari dana guna membiayai perjuangan RI. Ia mendapatkan informasi bahwa di dalam Bank Escompto Surabaya tersimpan uang peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang dikuasai Jepang. Kedekatannya dengan pemerintah Jepang memudahkannya untuk melakukan upaya pencairan dana, sehingga dapat digunakan untuk perjuangan. Pada 26 September 1945 Dr. Samsi mengundurkan diri dan digantikan oleh A.A. Maramis.
24 Oktober 1945, Menteri Keuangan A.A Maramis menginstruksikan tim serikat buruh G. Kolff selaku tim pencari data untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Hasilnya, percetakan G. Kolff Jakarta dan Nederlands Indische Mataaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) Malang dianggap memenuhi persyaratan. Menteri pun melakukan penetapan pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia yang diketuai oleh TBR Sabarudin. Akhirnya, uang ORI (Oeang Republik Indonesia) pertama berhasil dicetak. Upaya percetakan ORI ini ditangani oleh RAS Winarno dan Joenet Ramli.
Pada 14 November 1945 di masa kabinet Sjahrir I, Menteri keuangan dijabat oleh Mr. Sunarjo Kolopaking. Mr. Sunarjo mengikuti konferensi Ekonomi Februari 1946 yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat, dalam rangka menanggulangi masalah produksi dan distribusi makanan, sandang serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan. Pada 6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai sekutu. Hal ini menyebabkan kabinet Sjahrir berupaya untuk menindaklanjuti pengumuman NICA tersebut untuk mengedarkan ORI. Hanya saja, peredaran ORI tersebut membutuhkan dana. Langkah awal kabinet Sjahrir adalah menggantikan Menteri Keuangan oleh Ir. Surachman Tjokroadisurjo. Upaya utama yang dilakukan oleh Ir. Surachman untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah, melakukan Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan BP-KNIP pada Juli 1946. Selain itu, ia juga melakukan penembusan blokade dengan diplomasi beras ke India dan mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta Amerika yang dirintis oleh para pengusaha Amerika Serikat yang dirintis oleh badan semi pemerintah bernama Banking and Trading Coorporations dibawah pimpinan Soemitro Djojohadikusumo. Ia juga menembus blokade Sumatra dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia, dengan membuka perwakilan dagang resmi yang bernama Indonesia Office (Indoff).
Pada 2 Oktober 1946, Menteri keuangan digantikan oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Akhirnya, usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasilnya dengan diterbitkannya EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada tanggal 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya Oeang Republik Indonesia (ORI) dimana uang Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mata uang yang dicetak itu ditandatangani oleh Alexander Andries Maramis (15 mata uang periode 1945-1947).
30 Oktober disahkan sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia oleh presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik Indonesia, yang membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Uang adalah lambang utama suatu negara merdeka serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Untuk menghargai jasa A.A Maramis, maka gedung Department of Financien atau gedung Daendels diberi nama gedung A.A Maramis. Gedung ini menjadi pusat kerja Menteri Keuangan selaku pimpinan Departemen Keuangan Republik Indonesia saat menjalankan tugasnya sehari-hari. Seiring dengan kebutuhan akan koordinasi antar unit, sejak tahun 2007 gedung Menteri Keuangan dipindah ke Gedung Djuanda 1 yang berlokasi di seberang gedung A.A Maramis.
Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, serta merujuk pada surat edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Nomor SE-11 MK.1/2010 tentang perubahan Nomenklatur Departemen Keuangan menjadi Kementerian keuangan, maka sejak 2009, Departemen Keuangan resmi berubah nama menjadi Kementerian Keuangan.
Berdasarkan sejarah singkat inilah, sudah semestinya bangsa Indonesia khususnya insan-insan pengelola uang memiliki tekad kuat dalam membangun peningkatan kesejahteraan dan perekonomian Nasional Indonesia dengan menggelorakan kembali nilai-nilai Kementerian Keuangan dalam hal mendukung program-program pemerintah dari sisi pelayanan terhadap pengelolaan keuangan negara yang profesional dan akuntabel, dilandasi berakarnya nilai-nilai Kementerian Keuangan di seluruh jajaran pejabat dan pegawai dan diamalkan dalam menjalankan tugas sehari-hari dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan mengamalkan nilai-nilai tersebut.
Inilah alasan mengapa pemerintah Indonesia merasa sangat penting menyelenggarakan Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) bukan hanya sekedar mengenal sejarah, tema dan logo dalam bentuk kata bijaksana ataupun ucapan motivasi semata.
2. LOGO PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) KE-73 TAHUN 2019
Adapun logo peringatan Hari Oeang / Uang Republik Indonesia (HORI), adalah sebagai berikut.
3. TEMA PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) KE-73 TAHUN 2019
Sebagaimana diliris dalam berita situs resmi oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (kemenkeu), tema utama yang diangkat dalam Peringatan Hari Uang Nasional (HORI) tahun 2019 ke 73 adalah "Maju Bersama Menghadapi Tantangan ". dengan tema ini diharapkan menjadi momentum untuk mengajak masyarakat juga insan keuangan terus menjaga mata uang Rupiah dalam menjawab tantangan kedepan dalam memperkuat perekonomian Indonesia di tengah beragam krisis ekonomi global sebab keeratan bangsa dibutuhkan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
4. MAKNA LOGO SEJARAH DAN TEMA PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) 2019
Adapun memaknai HORI tahun 2019 ke-73 yang tersirat dalam tema dan logo Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia ini dapat artikan bahwa perlunya menumbuhkan motivasi dengan semangat mengajak semua lapisan insan keuangan juga pengelola uang tentang pentingnya mendukung program-program pemerintah dari sisi pelayanan terhadap pengelolaan keuangan negara yang profesional dan akuntabel, dilandasi berakarnya nilai-nilai Kementerian Keuangan di seluruh jajaran pejabat dan pegawai dan diamalkan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Inilah hakekat yang mestinya menjadi makna sesungguhnya bukan sekedar kata ataupun ucapan semata.
Akhir kata dari pembahasan pelajarancg.blogspot.com mengucapkan selamat memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) ke 73 tahun 2019 kepada teman sejawat dan seluruh insan Kementerian Keuangan juga masyarakat Nasional mari jaga uang Rupian agar terus menjadi kebanggaan serta mempunyai kemampuan untuk menjadi daya tukar sebagai kewibawaan kita baik domestik maupun luar negeri!.
Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. Besok mulai beredar uang republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang jepang itu ikut pula tidak berlaku uang De Javasche Bank. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Sejak mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh Republik kita.
Peristiwa sejarah ini yang menjadi bukti bahwa lahirnya ORI merupakan alat pemersatu bangsa sekaligus sebagai lambang identitas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia di mata dunia, maka dari itu tanggal 30 Oktober ditetapkan sebagai Hari Oeang.
Dalam tulisan Pelajaran Sejarah kali ini mari kita mengenai Asal usul dan Tema Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) yang ke-73 Tahun 2019. Sedang tulisan Pedoman untuk Juknis Peringatan Hari Olahraga Nasional yang ke-73 Tahun 2019 akan pelajarancg bahas dalam artikel tersendiri.
Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) memiliki sejarah penting yang panjang apabila dilihat dari asal mula perayaan. Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia atau Hari Uang Nasional yang diselenggarakan setiap tanggal 30 Oktober tidak semata-mata hanya dimaksudkan untuk mengenang hari kelahiran suatu organisasi maupun mata uang rupiah secara Nasional saja, namun lebih merupakan sebuah momentum untuk mengingat kembali suatu peristiwa bersejarah dari hakekat dari semangat perjuangan kemerdekaan dalam hal ini salahsatunya adalah penggunaan mata uang Republik Indonesia yang memberikan inspirasi/motivasi pemersatu bagi seluruh bangsa Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kemeneterian Keuangan Republik Indonesia sebagai pemegang amanat untuk mengelola keuangan dan kekayaan negara untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah terus berinovasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan kesadaran dari seluruh unsur Kementerian Keuangan untuk membangun kerjasama, saling mengisi dan saling melengkapi satu sama lain agar tercapai sesuai Nilai-nilai Kementerian Keuangan yang juga didukung pedoman perilaku yang dijadikan landasan bagi setiap pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam bekerja, serta cerminan adanya kesatuan gerak di setiap lini dan fungsi untuk bersama-sama menciptakan keselarasan dalam rangka mencapai visi, misi, dan sasaran strategis yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan sebagaimana cita-cita dari kedaulatan adalah memiliki mata uang sendiri termasuk peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional.
Sambutan Perayaan HORI dalam pelaksanaan kegiatan Pra-HORI untuk menyambut HORI dalam bentuk-bentuk seperti pertandingan/perlombaan, seminar Nasional keuangan, workshop, pameran, dll sampai puncak acara dalam rangka memperingati HORI (Hari Oeang Republik Indonesia) diharapkan mampu menciptakan keselarasan dalam rangka mencapai visi, misi, dan sasaran strategis yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan. Hal ini dimaksudkan agar semua Aparatur Sipil Negara (ASN) Keuangan mengingat kembali filosofi dari nilai sejarah Mata uang Indonesia ORI untuk pertama kalinya ditetapkan menjadi alat transaksi resmi pada tanggal 30 Oktober 1946.
Adapun tujuan utamanya adalah:
- Komitmen khususnya seluruh insan pengelola uang baik termasuk masyarakat Indonesia agar melihat betapa penting dan strategisnya mata uang Rupiah Indonesia bagi keadaulatan, media pemersatu dalam skala Nasional serta kebanggaan sebagai jati diri bangsa yang Merdeka;
- Mengingatkan kembali kepada seluruh masyarakat akan pentingnya menjaga nilai mata uang Rupiah sebagai alat transaksi dan menjaga bersama untuk maju bersama dalam menghadapi tantangan khususnya perekonomian dunia;
- Momentum peringatan Hari Oeang sebagai sarana untuk menggelorakan kembali nilai-nilai Kementerian Keuangan dalam hal mendukung program-program pemerintah dari sisi pelayanan terhadap pengelolaan keuangan negara yang profesional dan akuntabel, dilandasi berakarnya nilai-nilai Kementerian Keuangan di seluruh jajaran pejabat dan pegawai dan diamalkan dalam menjalankan tugas sehari-hari;
- Upaya meningkatkan pelayanan publik dengan mengamalkan nilai-nilai Kementerian Keuangan;
Sejalan dengan tujuan tersebut, Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) menjadi bagian dalam daftar hari penting Nasional dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam membangun semangat mendukung Pembangunan ekonomi disertai dengan administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara melalui dasar dan arah peningkatan berkelanjutan.
1. SEJARAH PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) 2019
Sejarah telah mencatat detik-detik beredarnya uang Republik Indonesia melalui keputusan Nomor SS/1/35 Tanggal 29 Oktober 1946, Menteri Keuangan menyatakan bahwa uang Jepang dan Uang Javache Bank tidak berlaku sebagai gantinya adalah Oeang Republik Indonesia (ORI) ditetapkan sebagai pembayaran yang sah. Berkenaan dengan penetapan Menteri Keuangan tersebut, Wakil Presidek kala itu Muhammad Hatta pukul 20.00 menyatakan : "Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. Besok mulai beredar uang republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang jepang itu ikut pula tidak berlaku uang De Javasche Bank. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Sejak mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh Republik kita."
Singkat cerita, lahirnya Hari Oeang yang berawal dari diterbitkannya Uang Republik Indonesia (ORI) tanggal 30 Oktober pada masa tujuh puluh tiga tahun yang lalu oleh pemerintah Indonesia yang berdaulat, ini merupakan bagian dari sejarah bangsa yang tidak boleh dilupakan, dimana pada hari yang sama pemerintah menyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi.
ORI menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, wujud dari keberanian dan bentuk percaya diri pemerintah akan keberadaan suatu negara yang baru merdeka. Pada saat itu, terbitnya ORI menyulut semangat rakyat Indonesia untuk terus menjaga dan mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia dari tangan penjajah.
Secara lengkap tentang detik-detik sejarah pengelolaan keuangan atau hari Oeang Republik Indonesia dikutip dari laman resmi kemenkeu, baik dari masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, selengkapnya adalah sebagai berikut:
Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa lampau. Tiap pemerintahan, dari zaman kerajaan sampai sekarang, memiliki pengelola keuangan untuk dapat melaksanakan pembangunan perekonomian di pemerintahannya. Pengelolaan keuangan pemerintahan disini meliputi semua milik pemerintahan atau kekayaan yang dimiliki oleh suatu pemerintahan. Keuangan yang dikelola berasal dari masyarakat yang berupa upeti, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
Sebagai bagian dari suatu pemerintahan, Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam suatu negara untuk melakukan pembangunan perekonomian. Pembangunan ekonomi akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara. Peranan vital Kementerian Keuangan adalah mengelola keuangan negara dan membantu pimpinan negara dalam bidang keuangan dan kekayaan negara. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dapat dikatakan sebagai penjaga keuangan negara (Nagara Dana Raksa).
Sebelum Kemerdekaan
Pengusiran Portugis oleh Belanda menjadikan Belanda mempunyai tempat untuk menancapkan kukunya di Hindia Belanda, dengan melimpahkan wewenang kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). VOC, yang pada saat itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1619-1623 dan 1627-1629), diberi hak octrooi yang salah satunya adalah mencetak uang dan melakukan kebijakan perekonomian. Sejak tahun 1600-an, VOC mengeluarkan kebijakan untuk menambah isi kas negara dengan menetapkan peraturan verplichte leverentie (kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC), contingenten (pajak hasil bumi, pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah agar harganya tinggi, dan preangerstelsel (kewajiban menanam pohon kopi).
Pada bulan maret 1809, setelah menjual tanah weltevreden, pemerintahan Daendels memutuskan membangun sebuah istana yang berhadapan dengan lapangan parade Waterlooplein. Istana ini rencananya digunakan sebagai pusat pemerintahan dan dipakai untuk kepentingan gubernur jenderal, dalam rangka pemberian kebijakan. Selain itu, gedung ini juga difungsikan sebagai tempat tahanan.
Sebagai pengganti Daendels, Gubernur Jansen kurang menaruh perhatian pada pembangunan gedung, sehingga selama masa jabatannya pembangunan gedung itu terlantar.
Kemudian, pembangunan istana ini dilanjutkan oleh Letnan Kolonel J.C Schultze, perwira yang berpengalaman membangun gedung Societet Harmonie di Batavia. Namun, pembangunan istana sempat terhenti karena Hindia Belanda beralih kekuasan ke Inggris.
Pemerintahan Inggris melalui Thomas Stamford Raffles (1811-1816) mengeluarkan kebijakan baru dengan nama Landrent (pajak tanah), dengan mengubah pola pajak bumi yang diterapkan Belanda sebelumnya. Harapan Raffles mengeluarkan kebijakan tersebut, agar masyarakat Hindia Belanda memiliki uang untuk membeli produk Inggris. Pada intinya adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan dan menyerap hasil produksi oleh penduduk. Kebijakan yang dilakukan Raffles mengalami kegagalan karena tidak adanya dukungan dari raja dan bangsawan setempat, dan penduduk kurang mengerti mengenai uang dan perhitungan pajak.
Hindia Belanda kemudian dikuasai kembali oleh Belanda setelah melalui kesepakatan Inggris- Belanda. Pada periode ini, perbaikan perekonomian mulai dilaksanakan. Jenderal Du Bus (1826), sebagai Gubernur Jenderal pada masa itu, melanjutkan pembangunan istana tersebut dengan bantuan Ir. Tromp, yang selesai pada 1828. Bangunan tersebut digunakan sebagai kantor pemerintahan Hindia Belanda, yang diresmikan sendiri oleh Gubernur Du Bus. Di tahun yang sama, Du Bus juga mendirikan De Javasche Bank dengan alasan kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran.
Pada tahun 1836, atas inisiatifnya, van Den Bosch mulai memberlakukan cultuurstelsel (sistem tanam paksa) yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang memiliki permintaan di pasar dunia. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka mengenalkan penggunaan uang di masyarakat Hindia Belanda. Cultuurstelsel dan kerja rodi (kerja paksa) mampu mengenalkan ekonomi uang pada masyarakat pedesaan. Hal ini dilihat dengan meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi. Reformasi keuangan sudah berkali-kali dilakukan, tetapi belum menghasilkan keuangan yang sehat.
Kebijakan selanjutnya yang dilakukan pemeritahan Belanda di Hindia Belanda adalah Laissez faire laissez passer, yaitu perekonomian diserahkan pada pihak swasta (kaum kapitalis). Kebijakan ini dilakukan atas desakan kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga agar lebih baik. Peraturan agraria baru ini bukannya mengubah menjadi lebih baik melainkan menimbulkan penderitaan yang tidak layak. Pada masa ini Departement van Financien dibentuk dan bertempat di istana Daendels karena pusat pemerintahan berpindah ke tempat lain. Gedung ini dijadikan sebagai tempat pengkoordinasian pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasif keuangan ke tempat lain.
Kekurangan tenaga ahli keuangan membuat pemerintah Belanda menyelenggarakan berbagai kursus bagi orang Belanda dan orang Pribumi yang dipandang mampu. Kursus yang diikuti adalah kursus ajun kontrolir dan treasury / perbendaharaan. Terpusatnya tempat pengelolaan keuangan dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan pemasukan dan pengeluaran negara. Terjadinya keadaan ekonomi yang memprihatinkan adalah alasan utama dibentuknya departement of financien.
Pecahnya perang dunia II di Eropa yang terus menjalar hingga ke wilayah Asia Pasifik, membuat kedudukan Indonesia sebagai jajahan Belanda sangat sulit, ditambah dengan terjepitnya pemerintah Belanda akibat serbuan Jepang. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau jawa, Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers berhasil memindahkan semua cadangan emas ke Australia dan Afrika Selatan melalui pelabuhan Cilacap.
Selama menduduki Indonesia, Jepang menjadikan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Gedung Departement of Finance dijadikan tempat untuk melakukan aktivitas keuangan sehari-hari. Gedung ini dijadikan sebagai tempat pengolahan keuangan dan pemutusan kebijakan ekonomi oleh Jepang. Pada 7 Maret 1943, patung Jan Pieterzoon Coen yang berada di depan gedung Department of Financien dihancurkan Jepang karena dianggap sebagai lambang penguasa Batavia.
Banyak dari tenaga ahli keuangan Belanda ditawan oleh Jepang, dan beberapa orang yang ahli dan berpengalaman dijadikan sebagai tenaga pengajar keuangan pada putra-putri Indonesia. Kekurangan tenaga keuangan menjadikan Jepang mendidik rakyat Hindia Belanda untuk mengikuti pendidikan keuangan. Selama 1942-1945, Jepang menerapkan beberapa kebijakan seperti, memaksa penyerahan seluruh aset bank, melakukan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh Bank Belanda, Inggris, dan Cina. Selain itu, Jepang juga melakukan invasion money senilai 2,4 milyar gulden di pulau Jawa hingga 8 milyar gulden (pada tahun 1946). Tujuan invasion money yang dilakukan oleh Jepang adalah menghancurkan nilai mata uang Belanda yang sudah terlanjur beredar di Hindia Belanda.
Fokus pendudukan Jepang di Hindia Belanda terhadap perang pasifik menyebabkan Jepang melakukan kebijakan yang membuat terjadinya krisis keuangan. Jepang melakukan perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan karena produksi minyak jarak. Jepang melakukan pengurasan kekayaan alam dan hasil bumi, dan menjadikan para tenaga produktif sebagai romusha. Hiper inflasi yang terjadi pasa masa ini menyebabkan pengeluaran bertambah besar, sedangkan pemasukan pajak dan bea masuk turun drastis. Kebijakan ala tentara Dai Nippon merugikan penduduk Indonesia.
Masa Kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Kota Jakarta dijadikan pusat pemerintahan. Pada masa ini, Gedung Department of Financien masih berfungsi sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan sehari-hari. Keadaan ekonomi keuangan awal kemerdekaan amat buruk, dimana terjadi inflasi yang tinggi yang disebabkan beredarnya tiga buah mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Mata uang Jepang yang beredar sekitar 4 Milyar dan uang merah NICA menyebabkan terjadinya inflasi tinggi. Permasalahan ekonomi ini menyebabkan diadakannya rapat tanggal 2 september 1945 oleh BPKKP dan BKR di karesidenan Surabaya. Mereka sama-sama menyadari, disamping mempertahankan kemerdekaan selain kekuatan bersenjata juga diperlukan kekuatan dana untuk membiayai perjuangan itu.
Dalam wacana mencari dana, terpetik berita mengenai Dr. Samsi, seorang ekonom dan tokoh pergerakan cukup terkenal di Surabaya. Pada kabinet presidensial pertama RI 19 Agustus 1945, Soekarno mengangkat Dr. Samsi sebagai Menteri Keuangan. Dr. Samsi memiliki peranan besar dalam usaha mencari dana guna membiayai perjuangan RI. Ia mendapatkan informasi bahwa di dalam Bank Escompto Surabaya tersimpan uang peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang dikuasai Jepang. Kedekatannya dengan pemerintah Jepang memudahkannya untuk melakukan upaya pencairan dana, sehingga dapat digunakan untuk perjuangan. Pada 26 September 1945 Dr. Samsi mengundurkan diri dan digantikan oleh A.A. Maramis.
24 Oktober 1945, Menteri Keuangan A.A Maramis menginstruksikan tim serikat buruh G. Kolff selaku tim pencari data untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Hasilnya, percetakan G. Kolff Jakarta dan Nederlands Indische Mataaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) Malang dianggap memenuhi persyaratan. Menteri pun melakukan penetapan pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia yang diketuai oleh TBR Sabarudin. Akhirnya, uang ORI (Oeang Republik Indonesia) pertama berhasil dicetak. Upaya percetakan ORI ini ditangani oleh RAS Winarno dan Joenet Ramli.
Pada 14 November 1945 di masa kabinet Sjahrir I, Menteri keuangan dijabat oleh Mr. Sunarjo Kolopaking. Mr. Sunarjo mengikuti konferensi Ekonomi Februari 1946 yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat, dalam rangka menanggulangi masalah produksi dan distribusi makanan, sandang serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan. Pada 6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai sekutu. Hal ini menyebabkan kabinet Sjahrir berupaya untuk menindaklanjuti pengumuman NICA tersebut untuk mengedarkan ORI. Hanya saja, peredaran ORI tersebut membutuhkan dana. Langkah awal kabinet Sjahrir adalah menggantikan Menteri Keuangan oleh Ir. Surachman Tjokroadisurjo. Upaya utama yang dilakukan oleh Ir. Surachman untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah, melakukan Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan BP-KNIP pada Juli 1946. Selain itu, ia juga melakukan penembusan blokade dengan diplomasi beras ke India dan mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta Amerika yang dirintis oleh para pengusaha Amerika Serikat yang dirintis oleh badan semi pemerintah bernama Banking and Trading Coorporations dibawah pimpinan Soemitro Djojohadikusumo. Ia juga menembus blokade Sumatra dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia, dengan membuka perwakilan dagang resmi yang bernama Indonesia Office (Indoff).
Pada 2 Oktober 1946, Menteri keuangan digantikan oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Akhirnya, usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasilnya dengan diterbitkannya EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada tanggal 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya Oeang Republik Indonesia (ORI) dimana uang Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mata uang yang dicetak itu ditandatangani oleh Alexander Andries Maramis (15 mata uang periode 1945-1947).
30 Oktober disahkan sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia oleh presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik Indonesia, yang membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Uang adalah lambang utama suatu negara merdeka serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Untuk menghargai jasa A.A Maramis, maka gedung Department of Financien atau gedung Daendels diberi nama gedung A.A Maramis. Gedung ini menjadi pusat kerja Menteri Keuangan selaku pimpinan Departemen Keuangan Republik Indonesia saat menjalankan tugasnya sehari-hari. Seiring dengan kebutuhan akan koordinasi antar unit, sejak tahun 2007 gedung Menteri Keuangan dipindah ke Gedung Djuanda 1 yang berlokasi di seberang gedung A.A Maramis.
Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, serta merujuk pada surat edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Nomor SE-11 MK.1/2010 tentang perubahan Nomenklatur Departemen Keuangan menjadi Kementerian keuangan, maka sejak 2009, Departemen Keuangan resmi berubah nama menjadi Kementerian Keuangan.
Berdasarkan sejarah singkat inilah, sudah semestinya bangsa Indonesia khususnya insan-insan pengelola uang memiliki tekad kuat dalam membangun peningkatan kesejahteraan dan perekonomian Nasional Indonesia dengan menggelorakan kembali nilai-nilai Kementerian Keuangan dalam hal mendukung program-program pemerintah dari sisi pelayanan terhadap pengelolaan keuangan negara yang profesional dan akuntabel, dilandasi berakarnya nilai-nilai Kementerian Keuangan di seluruh jajaran pejabat dan pegawai dan diamalkan dalam menjalankan tugas sehari-hari dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan mengamalkan nilai-nilai tersebut.
Inilah alasan mengapa pemerintah Indonesia merasa sangat penting menyelenggarakan Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) bukan hanya sekedar mengenal sejarah, tema dan logo dalam bentuk kata bijaksana ataupun ucapan motivasi semata.
2. LOGO PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) KE-73 TAHUN 2019
Adapun logo peringatan Hari Oeang / Uang Republik Indonesia (HORI), adalah sebagai berikut.
Gambar logo Hori ke 73, (Hari Oeang Republik Indonesia) tahun 2019 |
3. TEMA PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) KE-73 TAHUN 2019
Sebagaimana diliris dalam berita situs resmi oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (kemenkeu), tema utama yang diangkat dalam Peringatan Hari Uang Nasional (HORI) tahun 2019 ke 73 adalah "Maju Bersama Menghadapi Tantangan ". dengan tema ini diharapkan menjadi momentum untuk mengajak masyarakat juga insan keuangan terus menjaga mata uang Rupiah dalam menjawab tantangan kedepan dalam memperkuat perekonomian Indonesia di tengah beragam krisis ekonomi global sebab keeratan bangsa dibutuhkan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
4. MAKNA LOGO SEJARAH DAN TEMA PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) 2019
Adapun memaknai HORI tahun 2019 ke-73 yang tersirat dalam tema dan logo Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia ini dapat artikan bahwa perlunya menumbuhkan motivasi dengan semangat mengajak semua lapisan insan keuangan juga pengelola uang tentang pentingnya mendukung program-program pemerintah dari sisi pelayanan terhadap pengelolaan keuangan negara yang profesional dan akuntabel, dilandasi berakarnya nilai-nilai Kementerian Keuangan di seluruh jajaran pejabat dan pegawai dan diamalkan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Inilah hakekat yang mestinya menjadi makna sesungguhnya bukan sekedar kata ataupun ucapan semata.
Akhir kata dari pembahasan pelajarancg.blogspot.com mengucapkan selamat memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) ke 73 tahun 2019 kepada teman sejawat dan seluruh insan Kementerian Keuangan juga masyarakat Nasional mari jaga uang Rupian agar terus menjadi kebanggaan serta mempunyai kemampuan untuk menjadi daya tukar sebagai kewibawaan kita baik domestik maupun luar negeri!.
Post a Comment for "SEJARAH DAN TEMA PERINGATAN HARI OEANG REPUBLIK INDONESIA (HORI) 2019"